Selasa, 24 April 2012
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah perlu mengantisipasi pasokan pangan melalui peningkatan produksi dan daya beli. Anggota Komisi Pertanian DPR Siswono Yudo Husodo mengatakan masalah utama produksi pangan saat ini adalah menyempitnya lahan dan penurunan produktivitas.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah mulai mendorong masyarakat mengkonsumsi protein hewani. Selain pasokan protein hewani lebih banyak dan harganya terjangkau, protein hewani juga dinilai memiliki kandungan gizi tinggi. Sayangnya, konsumsi protein hewani di Indonesia relatif rendah.
Dia menyebutkan, masalah gizi buruk di Indonesia didominasi oleh ketidaktahuan pangan sehat dan ketidakmampuan membelinya. Rendahnya konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia terlihat jika dibandingkan dengan negara tetangga.
Untuk konsumsi susu, Indonesia rata-rata hanya 6,5 liter per kapita per tahun, masih lebih rendah dibanding Kamboja 12,9 liter per kapita per tahun. Bahkan, Bangladesh mencapai 31,5 liter per kapita per tahun dan India 60 liter per kapita per tahun.
Begitu juga dengan konsumsi daging di Indonesia. Tercatat hanya 7 kilogram per kapita, jauh di bawah Filipina 18 kilogram, apalagi dengan Malaysia yang 48 kilogram per kapita per tahun. Indonesia juga masih kalah dengan Malaysia dari hal konsumsi telur ayam. Malaysia telah mencapai 279 butir per kapita, sedangkan Indonesia hanya 51 butir per kapita per tahun.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengakui Indonesia masih membutuhkan kerjasama perdagangan dengan negara lain melalui impor. Pada 1952, Indonesia sudah mengimpor beras 700 ribu ton. Tahun lalu meningkat mencapai lebih dari 1,5 juta ton.
"Soal pangan masih terus kita hadapi, sudah ada solusi, tapi dinamika terus berkembang. Kita memang harus fokus pada lahan kering, meskipun memang juga butuh seleksi benih, pemberian insentif petani agar produktivitas meningkat," katanya menjelaskan.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah mulai mendorong masyarakat mengkonsumsi protein hewani. Selain pasokan protein hewani lebih banyak dan harganya terjangkau, protein hewani juga dinilai memiliki kandungan gizi tinggi. Sayangnya, konsumsi protein hewani di Indonesia relatif rendah.
Dia menyebutkan, masalah gizi buruk di Indonesia didominasi oleh ketidaktahuan pangan sehat dan ketidakmampuan membelinya. Rendahnya konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia terlihat jika dibandingkan dengan negara tetangga.
Untuk konsumsi susu, Indonesia rata-rata hanya 6,5 liter per kapita per tahun, masih lebih rendah dibanding Kamboja 12,9 liter per kapita per tahun. Bahkan, Bangladesh mencapai 31,5 liter per kapita per tahun dan India 60 liter per kapita per tahun.
Begitu juga dengan konsumsi daging di Indonesia. Tercatat hanya 7 kilogram per kapita, jauh di bawah Filipina 18 kilogram, apalagi dengan Malaysia yang 48 kilogram per kapita per tahun. Indonesia juga masih kalah dengan Malaysia dari hal konsumsi telur ayam. Malaysia telah mencapai 279 butir per kapita, sedangkan Indonesia hanya 51 butir per kapita per tahun.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengakui Indonesia masih membutuhkan kerjasama perdagangan dengan negara lain melalui impor. Pada 1952, Indonesia sudah mengimpor beras 700 ribu ton. Tahun lalu meningkat mencapai lebih dari 1,5 juta ton.
"Soal pangan masih terus kita hadapi, sudah ada solusi, tapi dinamika terus berkembang. Kita memang harus fokus pada lahan kering, meskipun memang juga butuh seleksi benih, pemberian insentif petani agar produktivitas meningkat," katanya menjelaskan.
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
Block
Enter Block content here...
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam pharetra, tellus sit amet congue vulputate, nisi erat iaculis nibh, vitae feugiat sapien ante eget mauris.
0 komentar:
Posting Komentar